Minggu, 28 November 2010

Apakah Bedanya Colo-Colo dan Dabu-Dabu?

Apakah bedanya antara colo-colo dan dabu-dabu? Keduanya adalah sejenis sambal atau kondimen yang dipakai untuk membuat makanan lebih sedap dan bercitarasa. Colo-colo adalah istilah yang umum dipakai di Maluku, sedangkan dabu-dabu adalah istilah Manado.

Secara sepintas keduanya memiliki kemiripan. Tomat – biasanya tomat muda yang masih berwarna hijau – diiris tipis dan kecil, begitu juga bawang merah dan cabe rawit. Kemudian ditaburi sedikit garam dan disiram dengan kucuran jeruk nipis yang isinya berwarna kuning atau jingga, dan beraroma harum. Jeruk nipis semacam ini disebut lemon cui di Manado, atau lemon cina di Ambon. Orang Pontinak menyebutnya jeruk kunci. Jeruk nipis ini juga cocok untuk diperas membuat minuman segar.

Di Maluku, colo-colo ditambah daun kemangi dan sering juga ditambah dengan sedikit kecap asin. Ada pula yang menambahkannya dengan kecap manis. Tetapi, menurut orang-orang tua di Maluku, colo-colo yang asli adalah justru yang tidak memakai kecap.

Karena colo-colo bergantung pada selera masing-masing orang, ada juga yang menambahkan tahi minyak (blondo dalam bahasa Jawa, galendo dalam bahasa Sunda) yang dihaluskan ke dalam colo-colo. Selain tahi minyak, rarobang (air sisa proses pembuatan minyak kelapa) yang dihanguskan (caramelized) juga sering dipakai untuk membuat colo-colo lebih mantap. Ada lagi colo-colo yang diberi irisan kenari mentah. Bahkan ada pula yang menambahkan trasi.

Pendeknya, colo-colo adalah kreasi yang cukup bebas di-interpretasi-kan, sepanjang bahan dasarnya menyangkut tomat, bawang merah, cabe rawit, daun kemangi, dan jeruk nipis. Ada yang rasanya lebih asam, ada yang lebih pedas, ada pula yang lebih asin.

Ikan bakar dan nasi kelapa

Colo-colo paling cocok dipakai sebagai kondimen ikan bakar. Ikan ekonomis yang populer di Maluku adalah kawalinya atau ikan kembung. Ikan lain yang disukai adalah samandar yang di Makassar dikenal dengan nama baronang. Dibakar tanpa gosong, lalu disiram dengan colo-colo. Top markotop!

Tidak jauh dari dermaga perahu penyeberangan di Galala, Ambon, banyak pedagang ikan asar di tepian jalan. Ikan asar adalah ikan cakalang yang diasap di atas api selama satu jam lebih. Ikan asar yang dijual di Galala ini sungguh-sungguh fresh from the oven. Proses pengasapan langsung dilakukan di bagian belakang lapak-lapak penjualnya. Ikannya pun segar. Langsung dari nelayan, dibelah, dibersihkan, dan diasap.

Cara mengasap ikan seperti ini juga populer di Papua dan Sulawesi Utara. Cakalang (skipjack) beda dari ikan tongkol – sekalipun banyak orang yang menganggapnya sama. Orang Maluku menyebut tongkol sebagai komu – warna dagingnya lebih gelap dibanding cakalang. Cakalang dan tongkol berasal dari keluarga yang sama, seperti juga tuna yang dalam bahasa Maluku disebut tatihu. Ketiga jenis ikan ini, sekalipun dagingnya berwarna merah kecoklatan, tetapi setelah dimasak berubah menjadi pucat.

Ikan asar dengan aroma smokey yang khas paling cocok dimakan dengan colo-colo. Keduanya bagaikan hand in glove yang tidak dapat dipisahkan. Di lapak-lapak penjual ikan asar di Galala, juga tersedia ketupat santan, kasbi (singkong) rebus, dan keladi rebus. Pelanggan dapat membawa ikan asar pulang, tetapi dapat pula dimakan di tempat.

Di daerah Minangkabau, biasanya ketupat santan dibuat dari ketan atau pulut. Di Ambon, ketupat santan dibuat dari beras – seperti juga saya temukan di Pulau Nias – dan dimasak dalam santan, sehingga menjadi ketupat yang gurih. Ketupat santan sangat populer di Maluku, dan dapat dipakai untuk makan dengan lauk apa saja.

Di Ambon, ada sebuah warung tenda sederhana yang hanya buka malam hari. Warung di kawasan Batu Merah ini sangat populer dengan jualannya yang khas, yaitu nasi kelapa. Nasi kelapa sebetulnya mirip nasi uduk, yaitu nasi gurih yang dimasak dengan santan. Tetapi, rasanya sedikit beda karena bumbunya memakai lemon cina dan sereh.

Nasi kelapa yang sudah bersantan ini disajikan dengan sejumput parutan kelapa yang dibumbui – mirip bumbu urap. Parutan kelapa ini kemudian diaduk dengan nasi santan. Ini mengingatkan saya pada nasi ulam Betawi gagrak kering yang dapat dijumpai di bilangan Karet, Jakarta Pusat.

Selain parutan kelapa, juga ditambahkan sejumput ikan asin. Ikan asinnya sangat khas, yaitu ikan cakalang yang direndam dalam air garam kemudian dikeringkan. Karena produksi ikan asin semacam ini banyak dilakukan di Pulau Banda, maka orang pun mengenalnya sebagai ikan asin banda.

Nasi kelapa paling cocok disajikan dengan ikan bakar, disiram dengan colo-colo. Belakangan ini saya sudah sangat jarang makan nasi dalam porsi penuh. Di warung ini, seporsi nasi kelapa saya lahap sampai tandas. Sadap paskali!

Kenari

Di Ambon banyak kaum pendatang dari Makassar. Karena itu, banyak juga rumah makan yang menyajikan ikan bakar gaya Makassar. Favorit saya adalah RM New Ratu Gurih di Jalan Diponegoro. Rupanya, ini memang cabang RM Ratu Gurih yang sudah populer di Makassar.

Seperti orang Makassar, saya lihat orang Ambon juga pemakan ikan. Di rumah makan ini, rata-rata setiap orang memesan satu ekor ikan. Orang Jakarta pasti bingung bila melihat kebiasaan ini. Maklum, orang Jakarta biasa pesan satu ekor ikan untuk disantap bersama 3-4 orang.

Saya ikuti saja pesanan para tamu yang lain. Kebanyakan memesan ikan goropa (kerapu) ukuran sedang yang dibakar dan disiram rica-rica mentah. Tampaknya menggiurkan. Rasanya mak nyuss! Bila ikannya diganti udang pun akan menghasilkan sajian berkualitas juara. Artinya, rica-rica-nya itu lho yang kampiun.

Ketika pemilik rumah makan menghampiri saya, ia menawari ikan bakar yang lebih khas Maluku. Ikannya dipilihkan ikan rajabau yang kulitnya bergaris-garis seperti ikan yang memakai piyama. Di Makassar, ikan seperti ini disebut kaneke. Dagingnya lembut dan manis. Ikan rajabau ini dibelah, lalu dibakar, dan kemudian disiram dengan saus kenari. Wuih, yang satu ini benar-benar gurih.

Kenari adalah sejenis kacang yang tumbuh di pohon, mirip ketapang, dan sangat banyak dijumpai di Maluku. Karena itu, banyak sekali masakan maupun kue-kue yang memakai kenari untuk membuatnya lebih gurih. Saus kenari untuk ikan bakar ini dibuat dari kenari mentah, tidak disangrai ataupun digoreng, sehingga rasanya benar-benar segar.

Saya juga sempat mencicipi jajanan pinggir jalan yang unik. Namanya pisang gepe. Anda ingat lagu Ambon yang syairnya antara lain berbunyi: beta polo, beta gepe (saya peluk, saya jepit)? Nah, karena itu pisang gepe berarti pisang jepit. Mirip dengan pisang epek di Makassar atau gedang plenet di Semarang.

Di Bukittinggi pun saya pernah makan pisang bakar yang dipenyet ini. Tetapi, di Ambon, pisang bakar yang digepengkan ini tidak hanya disiram dengan gula merah cair, melainkan juga ditaburi remukan kacang tanah. Kelengkapan ini membuat pisang gepe Ambon berada di tingkat tertinggi dari semua jenis pisang bakar.

Ada juga jajanan khas Maluku yang kini mulai langka, namanya ampas terigu. Konon, penamaan ini karena dulunya kue ini dibuat dari sisa-sisa terigu di pabrik roti. Terigu dicampur dengan margarin, gula merah, kelapa parut, dan air. Kemudian dibentuk bola-bola, dan dihias dengan irisan kenari di atasnya. Setelah dipanggang di dalam oven, kue ampas terigu ini menjadi jajanan lezat yang mengenyangkan.


* travel.kompas
Lihat juga : tamani, marzano, pizza hut

Tidak ada komentar:

Posting Komentar